Senin, 22 April 2013




GOOD GOVERNANCE
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pancasila dan Pendidikan Kewargaan
Dosen Pengampu: Nurrochman, M.Hum







Disusun oleh:
1. Rohmad Afdul Azis                           12600020
2. Nur Faidah                                          12600021
3. Farizal Tanjung E.                               12600022
4. Yunistisa Ananda                               12600023
     



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012






KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$#
Puji syukur penulius panjatkan kepada Allah SWT.. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul GOOD GOVERNANCE. Makalah ini berisikan Urgensi, Prinsip-prinsip, serta Indikator dari Good Governance.
Makalah ini disusun agar pembaca mengetahui apa itu Good Governance dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila dan Pendidikan Kewargaan. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada:
1.        Nurrochman, M.hum selaku dosen pengampu mata kuliah Pancasila dan Pendidikan Kewargaan,
2.        Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian kepada penulis dalam penyusunan makalah ini,
3.        Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.


Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Amin.
     
Yogyakarta,  14 April 2013
     
         
         Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................  2
DARTAR ISI ..................................................................................................    3
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah................................................................................ 4
B.     Rumusan Masalah ......................................................................................   5
C.     Tujuan Penulisan ........................................................................................   5
BAB II PEMBAHASAN
A.    Urgensi Good Governance.........................................................................    6
B.     Prinsip-Prinsip Good Governance .............................................................    7
C.     Indikator  Good Governance ....................................................................    13
BAB III SIMPULAN ..................................................................................... ....
DAFTAR PUSTAKA                                       


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pada bulan Agustus 2013, usia bangsa ini genap 68 tahun. Namun,  hal itu tidak dibarengi dengan kemajuan yang berarti. Justru hasil-hasil yang telah dicapai oleh bangsa ini masih jauh dari harapan kita semua. Bahkan perkembangan terakhir menjurus pada kondisi disintegrasi bangsa dan ancaman serius bagi keberlangsungan Negara republik Indonesia.[1]
Dengan pergantian pemerintah, dari masa orde lama ke masa orde baru, yang dilanjutkan dengan pemerintahan reformasi sampai sekarang ini, yang diharapkan mampu belajar dari kesalahan dan kelemahan pendahulunya, ternyata tidak membawa perubahan berarti. Berbagai persoalan bangsa yang dihadapi pada hakikatnya bersumber pada adanya kesalahan kebijakan, penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan, khususnya yang berkaitan dengan penyelengaraan fungsi dan tugas pemerintahan.

Dilihat dari sumber masalahnya, maka tidak bisa dipungkiri bahwa kesalahan kebijakan dan penerapannya adalah menjadi bagian dari tanggungjawab pemerintahan, baik pemerintah yang lalu maupun pemerintah yang saat ini. Dalam kata lain pertanggungjawaban itu harus terwujud dalam suatu agenda penyelenggaraan good governance. Sebab dengan agenda inilah, cita-cita bangsa untuk mewujudkan suatu masyarakat madani akan menjadi  suatu kenyataan.[2]
Salah satu isu yang diwacanakan adalah good governance. Istilah good governance secara berangsur menjadi popular baik dikalangan pemerintahan, swasta maupun masyarakat secara umum. Di Indonesia, istilah ini secara umu diterjemahkan  dengan pemerintahan yang baik. Meskipun ada beberapa kalangan yang konsisten menggunakan istilah aslinya, karena dipandang luasnya dimensi governance yang tidak bisa direduksi hanya menjadi pemerintah semata. Istilah ini pertama kali dipolpulerkan oleh lembaga dana internasional seperti Wolrd Bank, UNDP, IMF dalam rangka menjaga dan menjamin kelangsungan dana bantuan yang diberikan kepada negara-negara sasaran bantuan. [3]

Good Governance sebagai sebuah paradigm dapat terwujud bila ketiga pilar pendukungnya dapat berfungsi secara baik, yaitu negara, sektor swasta, dan masyarakat madani (civil society). Negara dengan birokrasi pemerintahannya dituntut untuk merubah pola pelanyanan dari birokrasi elitis menjadi birokrasi populis. Sektor swasta sebagai pengolah sumber daya di luar negara dan birokrasi pemerintahan, harus memberikan konstribusi dalam usaha pengelolaan sumber daya tersebut. Penerapan cita Good Governance pada akhirnya mensyaratkan adanya keterlibatan organisasi kemasyarakatan sebagai kekuatan pengembang Negara.[4]


B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Bagaimana urgensi dari Good Governance ?
b.      Apa saja prinsip-prinsip dari Good Governance ?
c.       Apa saja indikator dari Good Governance ?


C.    TUJUAN PENULISAN
a.       Mengetahui urgensi dari Good Governance.
b.      Mengetahui prinsip-prinsip dari Good Governance.
c.       Mengetahui indikator dari Good Governance.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    URGENSI GOOD GOVERNANCE
Menurut bahasa Good Gavernance diartikan dengan pemerintahan yang baik”. Sedangkan menurut istilah good governance adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani (civil society) dan sektor swasta. Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk mekanisme, proses dan lembaga-lembaga di mana warga dan kelompok masyarakat mengutarakan kepentingannya, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan di antara mereka
Menurut MM.Billah, istilah ini merujuk pada arti asli kata “Governing” yang berarti mengarahkan atau mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik dalam satu negeri. Karena itu good governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian. Dengan demikian ranah Good Governance tidak terbatas pada negara atau birokrasi pemerintahan, tetapi juga pada ranah masyarakat sipil yang dipresentasikan oleh organisasi non-pemerintah (ornop) seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan juga sektor swasta. Singkatnya, tuntutan terhadap Good Governance tidak selayaknya ditujukan hanya kepada penyelenggara negara atau pemerintahan yang secara getol dan bersemangat menuntut penyelenggara Good Governance pada negara.
Menurut Taylor, Good Governance adalah pemerintahan demokratis seperti yang dipraktikkan dalam negara-negara demokrasi maju di Eropa Barat dan Amerika misalnya. Pada dasarnya konsep Good Governance memberikan rekomendasi pada system pemerintahan yang menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah, sektor swasta, dan masyarakat madani (civil society). Good Governance berdasarkan pandangan ini berarti suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintahan, masyarakat madani dan sektor swasta.
Santosa menjelaskan Good Governance sebagaimana didefinisikan (United Nations Development Programme) UNDP adalah pelaksanaan politik,ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa dikatakan baik (good atau sound) jika dilakukan dengan efektif dan efesien, responsive terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntable serta transparan.
Dengan demikian good gavernance adalah pemerintahan yang baik dalam standar proses dan maupun hasil-hasilnya, semua unsur pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan terlepas dari gerakan-gerakan anarkis yang dapat menghambat proses pembangunan. Dikategorikan pemerintahan yang baik, jika pembangunan itu dapat dilakukan dengan biaya yang sangat minimal menuju cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran, memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat, kesejahteraan spritualitasnya meningkat dengan indikator masyarakat rasa aman, tenang, bahagia dan penuh dengan kedamaian.

B.  PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
      Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyimpulkan 9 aspek fundamental dalam perwujudan good governance, yaitu :
1.      Partisipasi (participation)
Semua warga masyarakat berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Misalkan berkumpul dan mengungkap-kan pendapat serta berpartisipasi secara konstruktif.
Paradigma birokrasi adalah central for public service harus diikuti dengan deregulasi berbagai aturan, sehingga proses usaha dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Aparat pemerintah juga harus mengubah paradigma dari penguasa birokrat menjadi pelayan masyarakat (public service), dengan memberikan pelayanan yang baik sehingga mereka memiliki legitimasi dari masyarakat, karena tidak mungkin sebuah bangsa akan maju dengan cepat tanpa partispasi penuh dari warganya.

2.      Penegakan hukum (Rule of law)
Partisipasi masyarakat dalam proses polilik memerlukan sistim dan aturan-atura hukum. Tanpa diimbangi oleh hukum dan penegakannya yang kuat, partisipasi akan berubah menjadi proses politik yang anarkis. Pelaksana kenegaraan dan pemerintahan juga harus ditata oleh sebuah sistem dan aturan hokum yang kuat dan memiliki kepastian.
Santosa menegaskan, bahwa untuk menegakan rule of law, dengan karakter-karakter berikut :
a.    Supremasi hukum (the supremasi of law
b.    Kepastian hukum (legal certainty)
c.    Hukum yang responsif
d.   Penegakan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif
e.    Independensi peradilan

3.      Transparansi (Transparency)
Korupsi sebagai tindakan yang harus dihindari dalam upaya menuju good governance, karena selain merugikan Negara juga menghambat efektifitas dan efisiensi proses birokrasi dan pembangunan sebagai ciri utama good governance.
Salah satu yang dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah menejemen pemerintahan yang tidak transparan. Oleh karena itu Michael Camdessus (1997), dalam salah satu rekomendasinya pada PBB untuk memulihkan perekonomian Indonesia perlu tindakan pemberantasan korupsi dan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, khususnya transparan dalam transaksi keuangan Negara, pengelolaan uang di bank sentral (BI), serta transparansi sektor-sektor publik.

4.      Responsif (Responsiveness)
Salah satu asas fundamental menuju good governance adalah responsif, yakni pemerintah harus peka terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Sesuai dengan asas responsif, maka setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etik, yakni etik individual yaitu memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas professional serta etik sosial yaitu memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan publik.

5.      Konsensus (Consensus Orientation)
Pengambilan keputusan secara konsensus, yakni pengambilan putusan melalui musyawarah dan berdasar kesepakatan bersama. Cara pengambilan keputusan tersebut selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, juga dapat menarik komitmen komponen masyarakat sehingga memiliki legitimasi untuk melahirkan coercive (kekuatan memaksa) dalam upaya mewujudkan efektifitas pelaksanaan keputusan.

6.      Kesetaraan dan Keadilan (Equity)
Terkait dengan asas konsensus, transparansi, dan responsif, good governance juga haru didukun dengan asas equity, yakni kesamaan dalam perlakuan (treatment) dan pelayanan. Asas ini dikembangkan berdasarkan pada kenyataan bahwa bangsa Indonesia tergolong bangsa yang plural, baik dari segi etnik, agama dan budaya. Pluralisme ni dapat memicu masalah apabila dimanfaatkan dalam kontek kepentingan sempit seperti primordialisme, egoism, dan sebagainya. Karenanya prinsip equity harus diperhatikan agar tidak memunculkan ekses yang tidak diinginkan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Proses pengelolaan pemerintahan haru memberikan peluang, kesempatan, pelayanan dan treatment yang sama dalam koridor kejujuran dan keadilan. Tidak ada seorang atau kelompok ynag teraniaya dan tidak memperoleh apa yang menjadi haknya. Pola pengelolaan pemerintahan seperti ini akan memperoleh legitimasi yang kuat dari publik dan akan memperoleh dukungan serta partisipasi yang baik dari rakyat.

7.      Efektivitas  (Effectiveness) dan Efisien (Efficiency)
Pemerintah yang baik juga harus memenuhi kriteria efektivitas dan efisiensi, yakni berdayaguna dan berhasilguna. Kriteria efektivitas diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan efesiensi diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya yang terpakai untuk kepentingan yang besar, maka pemerintahan itu termasuk dalam kategori pemerintahan yang efisien. Citra itulah yang menjadi tuntunan dalam upaya mewujudkan cita good governance.
Agar pemerintahan itu efektif dan efisien, maka para pejabat, perancang dan pelaksana tugas-tugas pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dari masyarakat, secara rasionanl dan terukur. Sehingga harapan partisipasi masyarakat dapat digerakkan dengan mudah, karena program-program itu menjadi dari kebutuhan mereka.

8.      Akuntabilitas (Accountability)
Asas akuntabilitas berarti pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinyadelegasi dan kewenangan utuk mengurusi berbagai urusan dan kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilias dalam upaya menuju cita good governance.
Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal. Akuntablitas vertikal menyangkut hubungan antara pemegang kekuasaan dengan rakyatnya, antara pemerintah dan warganya. Pemegang kekuasaan atau jabatan publik dalam struktur kenegaraan harus menjelaskan kepada rakyat apa yang telah, sedang dan akan dilakukannya dimasa yang akan datang, sebagai wujud akuntabilitas manajerialnya terhadap publik yang memberi kewenangan. Akuntabilitas vertikal juga bermakna bahwa setiap pejabat harus mempertangggung-jawabkan berbagai kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi.
Sementara akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban pemegang jabatan publik pada lembaga yang setara, seperti Gubernur dengan DPRD tingkat I, Bupati dengan DPRD tingkat II, dan Presiden dengan DPR pusat, yang pelaksanaannya bias dilakukan oleh para Menteri sebagai pembantu Presiden. Jika mereka melakukan pelanggaran etika dan moralitas, mereka harus berani mempertanggungjawabkan pelanggarannya itu.

9.      Visi Strategis (Strategis Vision)
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan dating. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka perwujudan good governance, karena perubahan dunia dengan kemajuan teknologinya yang begitu cepat. Bangsa yang tidak memiliki sensitifitas terhadap perubahan serta prediksi perubahan ke depan, akan tertinggal oleh bangsa lain di dunia bahkan akan terperosok pada akumulasi kesulitan, sehingga proses recovery-nya tidak mudah.
Untuk mewujudkan cita-cita good governance dengan asas-asas fundamental yang telah dipaparkan diatas, setidaknya harus melakukan 5 aspek prioritas, yakni :
a.       Penguatan fungsi dan peran Lembaga Perwakilan
Lembaga pewakilan rakyat, yakni DPR, DPD, dan DPRD harus mampu menyarap dan mengartikulasikan berbagai aspirasi masyarakat dalam berbagai bentuk program pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, serta mendelegasikannya pada eksekutif untuk merancang program-program operasional sesuai rumusan-rumusan yang ditetapkan dalam lembaga perwakilan tersebut.
b.      Kemandirian lembaga peradilan
untuk mewujudkan good governance lembaga peradilan da aparat penegak hukum mandiri, profesional dan bersih menjadi persyaratan mutlak.
c.       Aparat pemerintah yang professional dan penuh integrias
Jajaran birokrasi harus diisi oleh mereka yang memiliki kemampuan profesionalitas baik, memiliki integritas, berjiwa demokratis, dan memiliki akuntabilitas yang kuat sehingga memperoleh legitimasi dari rakyat yang dilayaninya.karena itu paradigma pengembangan birokrasi ke depan harus diubah menjadi birokrasi populis, yakni birokrasi yang peka terhadap aspirasi dan kepentingan rakyat, serta memiliki integritas untuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya dengan pelayanan yang prima.
d.      Masyarakat madani (Civil society) yang kuat dan partisipatif
Perwujudan cita good governance juga mensyaratkan partisipasi masyarakat sipil yang kuat. Proses pembangunan dan pengelolaan Negara tanpa melibatkan masyarakat madani akan sangat lamban, karena potensi terbesar dari sumber daya manusia justru ada di kalangan masyarakat
e.        Penguatan upaya otonomi daerah
Pada era reformasi ini, para pengelola Negara telah melahirkan UU No. 22 tahun 1999, tentang otonomi daerah dan memberikan kewenangan pada daerah untuk melakukan pengelolaan sektor-sektor tertentu, seperti sektor kehutanan, pariwisata, koperasi, pertanian, pendidikan dan lainnya. Dengan demikian, daerah akan menjadi kuat dan dinamis, terutama daerah-daerah yang miskin dengan SDA nya, karena harus memacu pendapatan asli daerah untuk membiayai kehidupan daerahnya.

C. INDIKATOR-INDIKATOR GOOD GOVERNANCE
Dalam praktek Good Governance perlu dikembangkan indikator keberhasilan pelaksanaan Good Governance. Adapun indikator keberhasilan tersebut terbagi menjadi 2 yaitu :

a.       Secara umum : Tujuan pembangunan tercapai.

Apakah pembangunan di Indonesia sudah berjalan sesuai dengan konsep dan apakah pembangunan sudah merata diseluruh tempat di Indonesia ?
Jika kita telaah kembali, pembangunan yang selama ini disebutkan hanya untuk keuntungan kaum elite saja, tetapi bagi kaum rendahan pembangunan itu hanyalah sebuah bualan guna keuntungan pribadi kaum elite yang mengatas namakan rakyat kecil.
Di Indonesia bisa dilihat pembangunan hotel-hotel berbanding terbalik dengan pembangunan sekolah-sekolah. Indonesia dikatakan negara yang sedang dalam proses pembangunan. Namun tahukah kalian arti membangun yang mereka katakan, hal itu tak lain adalah pembangunan hotel-hotel, mall-mall sebagai fasilitas orang-orang kaya yang sekiranya aliran uang kaum elite sangat menguntungkan bagi mereka. Akibat adanya pembangunan ini, banyak rakyat kecil yang dirugikan sebagai contohnya penggusuran rumah karena tanahnya akan dipakai untuk pembangunan mall-mall. Sehingga jika membicarakan indikator pem-bangunan ini, maka kurang tepatlah jika dikatakan tujuan pembangunan di Indonesia sudah tercapai.

b.      Secara khusus : berdasarkan tujuan reformasi (Tap MPR 8/98) yaitu :

1.      Mengatasi krisis ekonomi (Stabilitas moneter tercapai).
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada awal masa reformasi, telah mendorong bangsa Indonesia untuk melakukan perbaikan secara keseluruhan terutama dalam bidang ekonomi. Adapun penyebab terjadinya Krisis Moneter di Indonesia yaitu :
1.   Stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri dibidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut.
2.   Banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
3.   Sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.

Dengan pelaksanaan good governance, perbaikan yang secara menyeluruh dalam waktu yang lama, bisa memulihkan kembali stabilitas ekonomi walaupun tidak seperti sedia kala. Cara-cara pemerintahan yang baik dalam mengatasi pemerintahan bisa dengan cara menurunkan harga barang-barang pokok, meningkatkan hasil sumber daya alam untuk peningkatan ekspor supaya bisa membayar hutang, atau dengan menjual aset negara seperti yang dilakukan presiden Indonesia ke-5 Megawati Soekarno Putri.

2.      Terpenuhi kedaulatan rakyat. Mencakup 3 bagian yaitu :
a.       Seluruh sendi kehidupan masyarakat
b.      Berbangsa, bernegara, partisipasi politik rakyat
c.       Menjaga stabilitas politik.
Dalam pembukaan Forum yang diadakan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa “Jika Politik tidak stabil, Ekonomi kita tertinggal dengan Singapura, Malaysia, Myanmar, Philipina, Brunei dan teman-teman kita di ASEAN lainnya ”. Hal ini jelas benar karena dunia politik sangat berhunbungan erat dengan ekonomi. Di Indonesia, politik tidak mencapai kestabilannya. Hal ini ditandai dengan banyaknya kasus Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang terungkap keranah publik. Sehingga kepercayaan masyarakat kepada politikus semakin berkurang hal inilah yang disebut dengan krisis kepercayaan, hal ini juga menjadi salah satu yang menyebabkan stabilitas tak bisa tercapai.
3.      Terpenuhi hukum dan HAM.
Dalam pelaksanaan good governance hukum dijalankan tanpa pandang bulu sehingga semua warga negara takut melanggar hukum. Tidak seperti pemerintahan Indonesia yang dikatakan tajam kebawah tumpul keatas. Adapun maksudnya sangat keras bagi orang-orang miskin namun sangat lemah bagi orang-orang kaya. Hukum dengan mudahnya bisa dibeli bagi mereka yang punya uang, sehingga siapa yang punya uang lebih banyak dialah yang berkuasa di negara Indonesia ini. Begitu juga dengan Hak Asasi Manusia (HAM), dalam pelaksanaan good governance yang sebenarnya tidak mudah bagi seseorang untuk merampas hak-hak seorang warga negara karena memang hak mereka sangat diperhatikan oleh negaran


[1] Abdul Rozak, dkk. Pendidikan Kewargaan : Suplemen, (Jakarta, FIO, 2004), hlm. 146
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.

0 komentar:

Posting Komentar